Apakah Indonesia Perlu Mengurangi Ketergantungan terhadap Dolar?

Apakah Indonesia Perlu Mengurangi Ketergantungan terhadap Dolar?

Dolar Amerika Serikat (AS) telah lama menjadi mata uang dominan dalam sistem keuangan global. Banyak negara, termasuk Indonesia, menggunakan dolar dalam perdagangan internasional, cadangan devisa, hingga transaksi utang luar negeri. Namun, seiring dengan meningkatnya risiko geopolitik dan ketidakstabilan pasar global, muncul pertanyaan krusial: apakah Indonesia perlu mengurangi ketergantungan terhadap dolar?

Ketergantungan Historis terhadap Dolar

Ketergantungan Indonesia terhadap dolar AS bukan hal baru. Dalam perdagangan internasional, sebagian besar transaksi ekspor-impor Indonesia dilakukan dalam denominasi dolar. Cadangan devisa yang dimiliki Bank Indonesia (BI) pun didominasi oleh dolar AS. Ini memberikan keuntungan, seperti kemudahan akses ke pasar global dan kestabilan nilai tukar saat ekonomi dunia masih mengandalkan dolar.

Namun, realitas saat ini menunjukkan bahwa dominasi dolar juga membawa risiko. Ketika Federal Reserve menaikkan suku bunga, nilai tukar rupiah bisa terdepresiasi signifikan. Hal ini memengaruhi biaya impor, utang luar negeri, dan stabilitas harga dalam negeri. Dengan kata lain, kebijakan moneter AS memiliki dampak langsung terhadap perekonomian Indonesia.

Risiko Ekonomi dari Ketergantungan terhadap Dolar

Beberapa risiko yang muncul dari ketergantungan berlebihan terhadap dolar antara lain:

  1. Volatilitas Nilai Tukar: Rupiah rentan terhadap gejolak eksternal, terutama saat terjadi penguatan dolar secara global.

  2. Kedaulatan Moneter Terbatas: Kebijakan moneter dalam negeri menjadi kurang leluasa karena harus menyesuaikan dengan tekanan eksternal dari pergerakan dolar.

  3. Biaya Utang yang Lebih Tinggi: Utang luar negeri dalam denominasi dolar menjadi lebih mahal saat rupiah melemah.

  4. Kerentanan Cadangan Devisa: Cadangan devisa yang didominasi dolar membuat Indonesia rawan terhadap kebijakan proteksionisme atau sanksi ekonomi AS.

Upaya Dedolarisasi: Tren Global dan Relevansi untuk Indonesia

Fenomena dedolarisasi bukan hanya terjadi di Indonesia. Negara-negara seperti China, Rusia, dan bahkan Brasil mulai aktif mengurangi ketergantungan mereka terhadap dolar, baik melalui diversifikasi cadangan devisa maupun penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan bilateral.

Indonesia sendiri sudah mulai mengambil langkah. Bank Indonesia telah menjalin kerja sama bilateral dengan sejumlah negara melalui skema Local Currency Settlement (LCS). Kerja sama ini memungkinkan transaksi perdagangan dan investasi menggunakan mata uang masing-masing negara, seperti rupiah dan yen Jepang, atau rupiah dan yuan China.

Langkah ini patut diapresiasi karena mengurangi eksposur terhadap volatilitas dolar sekaligus memperkuat posisi rupiah di kancah internasional.

Tantangan Dedolarisasi di Indonesia

Meski dedolarisasi terdengar ideal, penerapannya tidak tanpa tantangan:

  • Kepercayaan terhadap Rupiah: Untuk mendorong penggunaan rupiah dalam transaksi internasional, dibutuhkan stabilitas dan kepercayaan jangka panjang terhadap mata uang tersebut.

  • Likuiditas Pasar: Dolar memiliki likuiditas yang tinggi dan diterima secara luas. Rupiah, di sisi lain, belum memiliki daya saing serupa di pasar global.

  • Ketergantungan Sektor Swasta: Banyak perusahaan Indonesia, terutama yang bergerak di sektor ekspor-impor, masih lebih nyaman menggunakan dolar karena dianggap lebih stabil dan diterima secara internasional.

Apa yang Bisa Dilakukan Indonesia?

Untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar secara bertahap namun efektif, beberapa strategi bisa dipertimbangkan:

  1. Meningkatkan Transaksi LCS: Mendorong sektor swasta untuk menggunakan mata uang lokal dalam perdagangan bilateral melalui insentif dan edukasi.

  2. Diversifikasi Cadangan Devisa: Bank Indonesia dapat meningkatkan kepemilikan mata uang lain seperti euro, yen, yuan, atau emas.

  3. Meningkatkan Stabilitas Rupiah: BI perlu memperkuat fundamental ekonomi, mengendalikan inflasi, dan menjaga defisit transaksi berjalan agar nilai tukar rupiah lebih stabil dan kredibel.

  4. Digitalisasi dan Mata Uang Digital: Indonesia bisa mulai menjajaki potensi Central Bank Digital Currency (CBDC) untuk memperkuat sistem pembayaran lintas negara berbasis rupiah.

Kesimpulan

Ketergantungan terhadap dolar AS memang memberi manfaat dalam konteks stabilitas dan akses pasar global, tetapi di sisi lain menyimpan risiko struktural bagi ekonomi Indonesia. Dalam jangka panjang, strategi dedolarisasi perlu dipertimbangkan secara serius, bukan untuk menolak dolar sepenuhnya, melainkan untuk menciptakan sistem ekonomi yang lebih resilien, berdaulat, dan stabil.

Dengan pendekatan bertahap dan kolaboratif antara pemerintah, Bank Indonesia, dan sektor swasta, Indonesia bisa mengurangi ketergantungan terhadap dolar dan memperkuat posisi rupiah sebagai mata uang yang kompetitif di tingkat global.